Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengapa Mendukung Sesama Perempuan Sulit untuk Dilakukan?

Infobunda.id - Frasa ‘perempuan mendukung perempuan’ atau women support women tentu sudah tidak asing. Sejak beberapa tahun belakangan frasa tersebut ramai digaungkan sebagai upaya untuk pemberdayaan dan solidaritas perempuan. 


Mengapa Mendukung Sesama Perempuan Sulit untuk Dilakukan?


Sayangnya, membangun dukungan yang tulus di antara perempuan tidaklah mudah dan bisa dibilang cukup penuh tantangan. Kendati memiliki perjuangan yang sama dan keinginan kolektif untuk maju, berbagai faktor sosial, psikologis, hingga struktural membuat solidaritas perempuan sulit dan terhambat untuk terwujud sepenuhnya secara utuh.

Misogini yang Terinternalisasi

Salah satu hambatan terbesar dalam mendukung sesama perempuan adalah misogini yang terinternalisasi atau prasangka negatif terhadap perempuan yang telah tertanam dalam norma sosial. 

Banyak perempuan tumbuh dalam budaya yang secara halus bahkan mungkin terang-terangan membuat mereka bersaing satu sama lain dan mendorong persaingan daripada kolaborasi. 

Bias yang timbul karena norma yang ada di masyarakat ini kemudian dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti ketidakpercayaan, penilaian, bahkan rasa iri terhadap perempuan lain yang sukses atau berani menentang norma konvensional.

Persaingan Sosial dan Pola Pikir Keterbatasan

Sejak lama, masyarakat telah menempatkan perempuan dalam kerangka persaingan, terutama dalam lingkungan profesional dan dinamika sosial. Adanya pola pikir keterbatasan yang menyatakan terbatasnya peluang bagi perempuan membuat para perempuan memandang satu sama lain sebagai saingan alih-alih sekutu yang bisa diajak berkolaborasi.

Hal itu dapat dengan mudah dilihat di tempat kerja, perempuan sering kesulitan untuk naik dalam industri yang didominasi laki-laki dan khawatir bahwa keberhasilan perempuan lain akan mengurangi peluang mereka.

Begitu pula dengan ekspektasi sosial tentang kecantikan, hubungan, dan keluarga semakin memicu persaingan dibandingkan dukungan.

Budaya Perbandingan dan Standar yang Tidak Realistis

Budaya perbandingan semakin kuat terutama sekarang ketika media sosial terus melaju pesat. Perempuan terus-menerus terpapar gambar kesuksesan, kecantikan, dan pencapaian yang bisa dibilang mengarah pada standar yang tidak realistis. 

Hal ini dapat menciptakan perasaan tidak cukup baik hingga rasa iri, dan bukannya dorongan semangat. Alih-alih merayakan pencapaian perempuan lain, beberapa justru merasa tertekan untuk bersaing atau bahkan mengkritik sebagai cara mengatasi ketidakamanan mereka sendiri.

Kurangnya Ruang Aman dan Dukungan yang Tulus

Banyak perempuan kesulitan menemukan ruang yang benar-benar mendukung satu sama lain tanpa penghakiman. Meskipun gerakan feminisme telah mendorong pemberdayaan perempuan, tidak semua perempuan merasa termasuk atau terwakili. 

Perbedaan ras, kelas, dan hak istimewa dapat menciptakan kesenjangan yang menyulitkan semua perempuan untuk berdiri bersama dalam solidaritas. Selain itu, di lingkungan profesional, kesempatan untuk mendapatkan bimbingan dari sesama perempuan terkadang masih terbatas, menghambat peluang untuk mendapatkan dukungan yang berarti.

Hambatan Budaya dan Generasi

Perbedaan budaya dan generasi juga berperan dalam menghambat dukungan perempuan terhadap satu sama lain. Generasi perempuan yang lebih tua yang menghadapi tantangan berat di dunia yang didominasi laki-laki mungkin percaya bahwa perempuan muda lebih dimanjakan dan harus ‘lebih kuat’ daripada menerima dukungan. 

Sementara itu, norma budaya di beberapa masyarakat masih melarang perempuan untuk mengutamakan keberhasilan satu sama lain. Hal ini menjadi penguat dari adanya gagasan lama tentang peran perempuan yang utama adalah melayani laki-laki atau keluarga daripada diri mereka sendiri atau sesama perempuan.

Bagaimana Memutus Siklus Budaya yang Sudah Mengakar?

Walau ada hambatan dan tantangan, menumbuhkan solidaritas nyata sesama perempuan masih sangat mungkin dilakukan. Perempuan dapat secara aktif bekerja untuk menghilangkan bias yang telah terinternalisasi, mendukung satu sama lain, dan menciptakan lingkungan yang mendorong pertumbuhan bersama. 

Berikut adalah beberapa cara untuk memperkuat solidaritas perempuan yang sering dihambat pertumbuhannya oleh budaya:

Menyadari dan mengatasi misogini yang terinternalisasi dengan menantang stereotip dan prasangka.

Mendorong kolaborasi daripada persaingan di tempat kerja, lingkungan sosial, dan komunitas.

Membangun jaringan bimbingan dan dukungan untuk memberdayakan perempuan di semua tahap kehidupan dan karier.

Merayakan pengalaman perempuan yang beragam daripada mengukur kesuksesan dengan satu standar tunggal.

Menggunakan media sosial untuk pemberdayaan daripada perbandingan.


Dukungan terhadap sesama perempuan memerlukan upaya sadar, empati, dan kemauan untuk melepaskan pola lama yang terbentuk dari budaya di mana mereka tumbuh. Dengan memprioritaskan kolaborasi dan merayakan kesuksesan satu sama lain, perempuan dapat membangun budaya pemberdayaan yang tulus yang menguntungkan semua pihak serta memutus siklus budaya yang cenderung merugikan perempuan.