Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengenal Gentle Parenting: Bukan Sekadar Lembut, Ini Fondasi & Cara Praktiknya

Infobunda.id - Istilah gentle parenting semakin bergema di kalangan orang tua milenial dan Gen Z. Pola asuh ini sering dielu-elukan sebagai alternatif dari gaya pengasuhan otoriter zaman dulu yang penuh hukuman dan bentakan.


Mengenal Gentle Parenting: Bukan Sekadar Lembut, Ini Fondasi & Cara Praktiknya.
(pexels.com/Ketut Subiyanto)



Namun, banyak juga kesalahpahaman yang muncul. Gentle parenting sering disalahartikan sebagai pengasuhan yang serba permisif, membiarkan anak melakukan apa saja tanpa aturan.

Padahal, kenyataannya jauh dari itu. Gentle parenting bukanlah tentang menjadi orang tua yang lemah, melainkan menjadi orang tua yang tenang dan bijak. Ini adalah pendekatan yang berfokus pada pengasuhan dengan empati, rasa hormat, dan pemahaman, sambil tetap menetapkan batasan yang jelas dan tegas. Tujuannya bukan untuk mengontrol anak, tetapi untuk membimbingnya.

Seorang pakar pengasuhan, Sarah Ockwell-Smith, pernah berkata, "Gentle parenting bukanlah tentang 'tidak pernah berkata tidak'. Ini tentang bagaimana kita mengatakan 'tidak' dengan cara yang menghormati anak sebagai individu." Kutipan ini merangkum esensi dari pola asuh ini: tetap ada batasan, namun cara penyampaiannya penuh dengan koneksi, bukan paksaan.

Lalu, bagaimana cara mempraktikkannya di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari? Kuncinya adalah memahami empat pilar utamanya.


1. Empati: Melihat Dunia dari Mata Anak

Pilar pertama dan utama adalah empati. Ini adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang anak rasakan, bahkan ketika perilakunya membuat kita frustrasi. Saat anak tantrum di mal karena tidak dibelikan mainan, reaksi pertama kita mungkin marah atau malu.

Gentle parenting mengajak kita untuk jeda sejenak dan berempati. "Oh, dia kecewa sekali karena sangat menginginkan mainan itu. Otaknya belum mampu mengelola rasa kecewa yang besar ini, makanya ia 'meledak'." Dengan empati, kita tidak lagi melihat anak sebagai 'nakal', tetapi sebagai manusia kecil yang sedang berjuang dengan emosi besar.


Cara Praktik: Validasi perasaannya. "Adik kecewa ya? Mama ngerti kok rasanya pasti sedih sekali tidak dapat mainan itu. Sini peluk dulu."


2. Rasa Hormat (Respect): Anak adalah Manusia Utuh

Pilar ini mengajarkan kita untuk memperlakukan anak sebagaimana kita ingin diperlakukan. Kita tidak akan membentak pasangan atau teman di depan umum, jadi mengapa kita melakukannya pada anak? Rasa hormat berarti tidak menggunakan hukuman fisik, tidak melabeli anak ("pemalas", "cengeng"), dan melibatkan mereka dalam keputusan yang memengaruhi mereka (jika sesuai usia).


Cara Praktik: Ganti perintah dengan pilihan. Alih-alih berkata, "Cepat mandi sekarang!", coba katakan, "Sudah waktunya mandi, nih. Adik mau mandi pakai sabun yang gambar bebek atau ikan?" Ini memberi mereka rasa kontrol dan otonomi.


3. Pemahaman (Understanding): Tahu Tahap Perkembangan Anak

Banyak ekspektasi orang tua yang tidak realistis. Kita marah saat anak usia 2 tahun tidak mau berbagi, padahal secara perkembangan, mereka memang masih berada dalam fase egosentris. Kita jengkel saat anak usia 4 tahun banyak bertanya, padahal itu adalah cara otaknya berkembang.

Gentle parenting menekankan pentingnya orang tua untuk terus belajar tentang tahap perkembangan anak. Dengan pemahaman ini, kita bisa merespons perilaku anak dengan lebih tepat dan sabar, karena kita tahu apa yang wajar dan tidak wajar untuk usianya.


Cara Praktik: Sebelum marah, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah perilaku ini sesuai dengan usianya?" Cari informasi dari sumber tepercaya tentang perkembangan anak.


4. Batasan (Boundaries): Tembok yang Hangat dan Kokoh

Inilah pilar yang paling sering disalahpahami. Gentle parenting sangat menekankan pentingnya batasan. Bedanya, batasan ini ditegakkan dengan tenang, konsisten, dan penuh hormat, bukan dengan amarah atau hukuman. Batasan membuat anak merasa aman karena ia tahu apa yang diharapkan darinya.

Contoh batasan: "Kita tidak memukul. Tangan gunanya untuk memeluk dan memberi."

Jika anak tetap memukul, kita pegang tangannya dengan lembut tapi tegas, dan katakan, "Mama tidak akan biarkan kamu memukul. Memukul itu menyakiti." Kita menghentikan perilakunya, bukan menghukum emosinya.


Cara Praktik: Tetapkan aturan yang jelas dan sederhana. Komunikasikan batasan tersebut dengan tenang dan konsisten. Fokus pada perilakunya, bukan pada pribadinya jadi memukul itu yang tidak boleh, bukan kamu anak nakal.


Menerapkan gentle parenting adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir. Akan ada hari-hari di mana kita gagal dan kembali ke pola lama. Kuncinya adalah memaafkan diri sendiri dan terus mencoba.

Dengan fondasi empati, rasa hormat, pemahaman, dan batasan, kita tidak hanya mendidik anak yang penurut, tetapi juga membentuk manusia yang cerdas secara emosional, tangguh, dan penuh kasih.