Baby Blues Membuat Saya Nyaris Kehilangan Anak
Semarang, Baby Blues Membuat Saya Nyaris Kehilangan Anak – Aku tumbuh dari kalangan keluarga yang mampu, harmonis, dan penuh kasih sayang. Aku mempunyai adik dan hampir setiap kebutuhan serta keinginan kami selalu di penuhi oleh orang tua kami.
Akupun sekolah S1 dan S2 di Jakarta, hidup merantau membuatku sangat
bahagia, menikmati masa muda yang terus berjuang di tanah perantauan. Permasalahnku
hanya sebatas memikirkan perkulihan saja, seperti bikin skripsi, tesis dan lain
sebagainya. Hal wajar yang dialami mahasiswa lainnya.
Sampai-sampai umurku sudah hampir 24 tahun dan disini saya juga belum
pernah mengenal namanya pacaran ataupun dekat dengan laki-laki karena diotakku
belum pernah terlintas untuk memikirkannya.
Tiba-tiba adik sepupu, sebut saja Rozi mengubungiku dan berkeinginan
mengenalkan dan menjodohkan dengan sahabat dekatnya, tentunya sangat kaget
tetapi aku juga tidak menolaknya.
Singkat cerita akhirnya kami kenalan dan memperkenalkan dengan keluarga kecil kami yang akhirnya selang beberapa bulan kami menikah. Bahagia rasanya hati ketika statusku berubah menjadi seorang istri.
Baca Juga: Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga Walaupun Suami Selingkuh
Kebahagian itu tiba-tiba sirna setelah mengetahui
sifat asli suamiku. Sifat yang cemburu berlebih, pemarah, egois, dan selalu
curiga sehingga semua kontak pria yang ada di HP-ku dihapus, dan tak tersisa. Yang
lebih parahnya aku tidak boleh bersosial media, bermain game, bahkan tidak
boleh ngobrol sama tetangga. Larangan itu membuat saya saya strees.
Mulai saat itu, hidupku terasa sudah berakhir, dimana dulunya kau aktif berorganisasi bahkan menjadi salah satu ketua. Aku sendiri terasa seperti pembantu, dimana harus masak, mencuci pakaian, membersikan rumah, dan lain sebagainya. Rasanya hidup ini tidak adil karena aku belum pernah seperti ini ketika hidup bersama kedua orang tuaku.
Satu bulan pernikahan, saya belum juga hamil
sedangkan umur suami yang sudah tua menginginkan anak sehingga aku ditekan
untuk makan ini makan itu sesuai anjuran keluarga dari suami, agar saya cepat
hamil. Setelah tiga bulan pernikahan, Alhamdulillah saya di percaya Tuhan untuk
mengandung.
Kehamilanku ternyata sama saja, karena tidak
membuat suami berubah. Semasa mengandung, saya semakin tertekan tidak ada
tempat keluh kesah karena teman maupun keluarga sudah jarang berhubungan lagi
karena ulah suamiku. Kami sering selilisih paham yang mebuat suamiku sering
melakukan tindakan kekerasan.
Keadaan rumah tangga kami semakin tidak stabil
karena usaha suamiku bangkrut dari dampak covid-19. Kita harus jual segalanya
demi memenuhi kebutuhan setiap hari. Uang tabunganpun sudah habis terkuras. Dengan
keadaanku yang hamil tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi suamiku selalu larang
aku untuk bekerja.
Setelah sembilan bulan akhirnya aku melahirkan
seorang anak perempuan cantik walaupun selama kehamilan bayiku di vonis IUGR (pertumbuhan
janin terganggu). Anakku lahir dengan selamat namun harus penanganan khusus
karena ketika lahir bayiku biru dan tidak menanggis. Bidan dengan sibuk
menepuk-nepuknya dan menyedot lendir hingga akhirnya menanggis.
Kebahagian yang aku alami membuatku nambah stres
karena harus mengurus bayi, dan tetap mengerjakan rumah tangga sedangkan
suamiku yang cuek membuatku berkeinginan mengakhiri hidup.
Aku hampir membunuh anakku sendiri karena tangisan anakku membuat aku tambah stress ditambah suamiku yang tidak mempedulikanku. Membuat hati ini sangat kacau namun alhamdulillah tiba-tiba suamiku memelukku dari belakang.
Kami berpelukan dalam diam. Setelah aku
tenang, suamiku membuatkan susu coklat hangat kesukaanku dan akhirnya aku
menceritakan semua yang kurasakan selama ini.
Alhamdulillah, sejak saat itu suamiku
terus berubah menjadi lebih baik. Segala peraturan yang memberatkanku telah
dicabutnya terkecuali berhubungan dengan laki-laki. Alhamdulillah semakin hari
rumah tangga kami semakin membaik dan akami bisa mengerjakan bersama
Jagoan kecilku pun sekarang tumbuh dan
berkembang dengan baik. Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena sekarang
aku merasa bahagia.
(Bunda AA, Semarang)